TAKE HOME UJIAN AKHIR SEMESTER PENDIDIKAN BUDI PEKERTI
MEMBUAT ESAI TENTANG PENTINGNYA PERAN ORANG TUA
DALAM MEMBENTUK KARAKTER ANAK
Mata Kuliah : Pendidikan Budi Pekerti
Kode Mata Kuliah: KPD612313
Semester : VI (Enam)/Genap A
Jumlah SKS : 2 (Dua) SKSD
DosenPengampu: 1. Drs. Muncarno, M. Pd
2. Ika Wulandari, UT. M. Pd
Disusun oleh
Nabila Ayu 1613053050
PROGRAM S-1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2019
Tema : Mengapa Kita Perlu Budi Pekerti?
Sub tema : Peran Orang tua dalam Membentuk Karakter Anak
“Pentingnya Peran Orang Tua dalam Membentuk Karakter Anak”
Setiap individu memiliki karakter yang berbeda-beda antara satu dengan lainnya. Hal ini pun dapat terjadi pada mereka yang berasal dari satu keturunan yang sama. Perbedaan ini terjadi karena dilatarbelakangi oleh faktor lingkungan dimana anak tersebut tumbuh dan berkembang, khususnya lingkungan keluarga. Anggota keluarga yang memegang peran terpenting dalam pembentukan karakter seorang anak adalah orang tua, yaitu ayah dan ibu. Baik dan buruknya karakter yang dimiliki oleh seorang anak sangat ditentukan dari bagaimana pola asuh yang digunakan orang tuanya.
Abdul Majid (dalam Ginanjar, 2013: 233) mengemukakan bahwa karakter adalah sifat, watak, tabiat, budi pekerti atau akhlak yang dimiliki oleh seseorang yang merupakan ciri khas yang dapat membedakan perilaku, tindakan dan perbuatan antara satu dengan lainnya. Baik dan buruknya karakter yang dimiliki seseorang merupakan cerminan dari bagaimana cara orang tua mengasuhnya. Anak merupakan poduk dari orang tua. Anak yang memiliki karakter baik tentu akan membuat mereka mudah bersosialiasi dengan orang lain, begitu pun sebaliknya anak yang memiliki karakter yang kurang baik tentu ia akan sulit bersosialisasi dengan orang lain.
Setiap anak yang dilahirkan ke dunia belum mengerti tentang moral, sehingga belum mengerti arti baik dan buruk. Sudah menjadi kewajiban bagi orang tua untuk menjaga dan mengajarkan kepada anak- anak mereka mengenai makna dari kehidupan ini. Bukan hanya pengetahuan saja, melainkan orang tua juga harus membekali anaknya tentang sikap dan keterampilan sebagai bekal untuk menjadi manusia yang beradab.
Pada umumunya anak akan meniru segala tabiat yang dilakukan oleh orang tuanya. Melalui kegiatan meniru inilah anak akan belajar tentang baik dan buruknya suatu perbuatan di lingkungan dimana ia berada, khususnya lingkungan keluarga. Setiap keluarga tentu memiliki pola asuh yang berbeda antara keluarga satu dengan lainnya, begitupun pola asuh yang diberikan oleh pihak ayah tak jarang bertentangan dengan pola asuh yang diberikan oleh pihak ibu dari anak tersebut.
Menurut Jamal Ma’mur Asmani (dalam Hasanah, 2017: 371), orang tua merupakan sosok yang semestinya paling mengetahui dan bertanggung jawab atas potensi anak. Pada umumnya orang tua akan mendampingi anaknya sejak lahir hingga tumbuh, dan berkembang baik secara fisik maupun mental. Oleh karena itu, orang tua dapat dikatakan sebagai pendidik utama yang sangat berperan penting dalam membentuk karakter anak sejak dini, baik dalam bidang kognitif, nilai maupun moral.
Menurut Ginanjar (2013: 230), secara psikologis anak memerlukan figur ayah dan figur ibu secara komplementatif bagi pengembangan karakternya. Ayah dan ibu yang menjalankan peran pengasuhan dan pendidikan secara optimal ternyata sangat mempengaruhi perkembangan dan pembentukan karakter anak. Dalam proses pendidikan dan pengasuhan oleh orang tua sangat dibutuhkan rasa empati dan kasih sayang. Hal ini bertujuan untuk membentuk rasa kedekatan dalam hubungan antara orang tua dan anak.
Menurut Julianto (dalam Hasanah, 2017: 372), ada tiga keperluan dasar anak yang harus dipenuhi, yaitu maternal bonding, rasa aman, dan stimulasi fisik dan mental. Maternal bonding (kelekatan psikologis dengan ibunya) merupakan dasar penting dalam pembentukan karakter anak, karena aspek ini berperan dalam pembentukan dasar kepercayaan kepada orang lain (trust) pada diri anak. Pada hakikatnya seorang ibu memiliki perasaan yang begitu besar sehingga ia akan mudah untuk berempati dan memiliki kedekatan dengan anaknya.
Orang tua sudah selayaknya memberikan rasa aman kepada anaknya, karena aspek ini berperan penting dalam pembentukan karakter anak yang percaya diri dan pemberani. Menurut pakar pendidikan anak (dalam Hasanah, 2017: 372), seorang ibu yang sangat perhatian (yang diukur dari seringnya ibu melihat mata anaknya, mengelus, menggendong, dan berbicara kepada anaknya) terhadap anaknya yang berusia di bawah enam bulan akan mempengaruhi sikap bayinya sehingga menjadi anak yang gembira, antusias mengeksplorasi lingkungannya, dan menjadikannya anak yang kreatif. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian stimulasi baik secara fisik maupun mental sangat berpengaruh dalam pembentukkan karakter anak, baik dilakukan oleh ayah maupun ibu dari anak tersebut.
Menurut Gunadi (dalam Sari, 2016: 2) ada tiga peran utama yang dapat dilakukan ayah dan ibu dalam mengembangkan karakter anak. Pertama, berkewajiban menciptakan suasana yang hangat dan tenteram. Dengan adanya hal ini tentu dapat menjadi faktor pembentuk keluarga harmonis yang indah. Kedua, menjadi panutan yang positif bagi anak, sebab anak belajar terbanyak dari apa yang dilihatnya, bukan dari apa yang didengarnya. Anak akan meniru segala tabiat orang tuanya, maka tak jarang orang bilang bahwa anak merupakan cerminan dari orang tuanya. Ketiga, mendidik anak, artinya mengajarkan karakter yang baik dan mendisiplinkan anak agar berperilaku sesuai dengan apa yang telah diajarkan. Peran ini terbagi menjadi dua sifat yaitu pencegahan (preventif) dan teguran. Pencegahan bisa berupa nasihat kepada anak-anaknya mengenai tabiat baik yang harus dilakukan dan tabiat buruk yang tidak boleh dilakukan. Contoh dari peran preventif yaitu dengan memberikan petuah bahwa dalam bersosialisasi dengan orang lain haruslah dengan ramah, sopan, dan menggunakan suara yang lemah lembut. Sedangkan, teguran merupakan tindakan yang dapat diberikan kepada anak yang telah melanggar nilai dan norma yang berlaku. Teguran yang diberikan haruslah mengandung unsur edukatif dan ramah anak, sehingga tidak ada unsur kekerasan di dalamnya. Contohnya yaitu ketika anak ketahuan berbohong maka orang tua harus menegur anak tersebut agar tidak mengulangi perbuatan yang sama.
Kurniawan (dalam Sari, 2016: 2) menjelaskan beberapa penanaman nilai-nilai karakter di lingkungan keluarga yaitu, religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, dan mandiri. Optimalisasi peran orang tua dalam pembentukan karakter anak diharapkan mampu mempersonalisasikan nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku yang baik di kehidupan sehari-hari dan hasilnya dapat dilihat secara nyata. Pembentukkan karakter dalam diri anak dapat dilakukan melalui kegiatan pembiasaan dan keteladanan.
Menurut Petranto (dalam Adawiah, 2017: 34) pola asuh orang tua merupakan pola perilaku yang diterapkan pada anak yang bersifat relatif konsisten dari waktu ke waktu. Hubungan interaksi secara terus menerus inilah yang kemudian menjadi kebiasaan dan mampu membentuk serta mengembangkan karakter anak. Begitu intensnya anak berkomunikasi dengan orang tua yang dilakukan sejak dini secara tidak langsung telah membuat orang tua mentransfer karakter yang dimilikinya kepada anaknya melalui kegiatan meniru.
Menurut Baumrind (dalam Jannah, 2012: 1) ada empat macam bentuk pola asuh yang diterapkan oleh masing-masing orang tua, bentuk-bentuk pola asuh itu adalah, pola asuh otoriter, pola asuh demokrasi, pola asuh penelantaran dan pola asuh permisif. Berdasarkan analisis di lingkungan penulis, ke empat bentuk pola asuh yang biasa digunakan oleh orang tua memiliki ciri khasnya masing-masing.
Pola asuh otoriter merupakan jenis pola asuh yang tergolong tegas dan keras. Pada umumnya orang tua yang memiliki pola asuh otoriter akan cenderung membangun karakter anak yang keras, pembangkang, dan berkepribadian tertutup. Pola asuh demokrasi merupakan jenis pola asuh dimana orang tua melibatkan anak dalam mengambil keputusan dengan jalan musyawarah. Anak yang dibesarkan di lingkungan orang tua demokrasi akan memiliki karakter yang ramah, terbuka, dan fleksibel.
Pola asuh penelantaran merupakan pola asuh tanpa rasa kepedulian sama sekali dari orang tua, sehingga anak cenderung dibiarkan begitu saja tanpa ada campur tangan dari orang tua di dalamnya. Anak yang dibesarkan di lingkungan keluarga yang memiliki pola asuh penelantaran cenderung memiliki karakter yang bebas bahkan terlalu bebas dan anak cenderung akan mencari perhatian di luar, bahkan tak jarang anak tersebut bisa tersesat dalam jurang kenakalan remaja akibat sikap masa bodoh dari orang tua. Menurut Shapiro (Jannah, 2012: 6) orang tua permisif berusaha menerima dan mendidik anaknya sebaik mungkin tapi cenderung sangat pasif ketika sampai pada masalah penetapan batas-batas atau menanggapi ketidakpatuhan. Pola asuh permisif ini akan membentuk karakter anak yang bebas namun tidak sebebas pola asuh penelantaran.
Menurut Edward (dalam Budiman dkk, 2015:197), pola asuh orang tua dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya pendidikan orang tua, lingkungan, dan budaya. Orang tua dengan latar belakang pendidikan tinggi umumnya menggunakan pola asuh lebih ramah anak dibandingkan orang tua dengan pendidikan rendah. Begitupun dengan lingkungan tempat tinggal orang tua, tinggal di rumah lingkungan dekat masjid tentu akan mengajak anaknya rajin pergi ke masjid, sedangkan lingkungan pasar akan membentuk orang tua dengan pola asuh kehidupan pasar yang keras. Faktor lainnya yaitu budaya yang dianut orang tua, orang tua berbudaya batak yang cenderung keras tentu akan berbeda pola asuhnya dengan orang tua berbudaya jawa yang cenderung lembut.
Samsuri (dalam Priyanto dkk, 2016: 3) menuliskan bahwa pendidikan karakter secara masif di jalur pendidikan formal tidak menjamin keberhasilan tujuan nasional pembentukan karakter ideal warga negara. Gerakan masif pendidikan karakter bisa berhasil jika didukung oleh kesadaran konstribusi lingkungan keluarga. Ketika keluarga khususnya orang tua mampu menjalankan perannya secara optimal sehingga anak-anaknya memiliki karakter yang baik, maka dapat dikatakan bahwa keluarga tersebut telah berhasil mencetak warga negara dengan karakter yang ideal.
Jadi, orang tua memiliki peran penting dalam pembentukan karakter anak. Faktor yang menunjang keberhasilan orang tua dalam penanaman nilai-nilai kebajikan dan pembentukan karakter pada anak sangat tergantung pada jenis pola asuh yang diterapkan orang tua pada anaknya. Betapa besarnya pengaruh pola asuh orang tua terhadap keberhasilan pembentukan karakter anak di lingkungan keluarga. Untuk itu, orang tua perlu cermat memilih pola asuh yang tepat bagi anak-anak agar bisa berpengaruh positif terhadap pembentukan karakternya.
DAFTAR PUSTAKA
Adawiah. 2017. Pola Asuh Orang Tua dan Implikasinya terhadap Pendidikan
Anak. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Vol 7 (1) , 34.
Budiman dkk. 2015. Pengaruh Pola Asuh Orang Tua terhadap Perkembangan
Anak Usia Dini. IRWNS , 197.
Ginanjar. 2013. Keseimbangan Peran Orang Tua dalam Pembentukan Karakter
Anak. Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam Vol. 02 , 230-241.
Hasanah. 2017. Peran Orang Tua dalam Pendidikan Karakter Anak Usia Dini
melalui Ranah Afektif. Prosiding Seminar Nasional Tahunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Tahun 2017 Vol. 1(1) , 371-372.
Jannah. 2012. Bentuk Pola Asuh Orang Tua dalam Menanamkan Perilaku Moral
pada Anak Usia di Kecamatan Ampek Angkek. Jurnal Pesona Paud,
Vol I (1), 1,6.
Priyanto dkk. 2016. Upaya Orang Tua dalam Pembentukan Karakter Kebangsaan
Anak Usia Dini melalui Cara Memilih Produk. Jurnal Civics Vol. (1), 3.
Sari. 2016. Peran Orang Tua dalam Pembentukan Karakter Anak di Kota
Padang. Padang: STKIP PGRI Sumatera Barat.